Mengapa Dia Tak Berkontribusi?

Masalah Pemain yang Dibesar-besarkan

Saya sering melihatnya: pemain dapat sorotan karena sentuhan menarik atau intensitas pressing tinggi—tapi gagal saat tekanan meningkat. Ini bukan soal egosentris atau gaya main, tapi fungsi. Dalam analitik sepak bola, kami tak peduli bagaimana seseorang ‘terasa’ di lapangan—kami peduli apakah ia benar-benar ‘berdampak’.

Pemain gelandang ini rata-rata hanya berhasil passing 56% di area bahaya, namun menciptakan 0 xG per 90 menit. Artinya, umpanannya tidak menghasilkan peluang—hanya menggerakkan bola tanpa arah.

Kenapa Permainannya Runtuh Saat Tekanan Naik

Saat lawan menekan lebih ketat, ia jadi membeku. Statistik dribbling terlihat baik (1,4 dribble sukses per pertandingan), tapi itu karena lawan belum mencegat dini. Saat tekanan meningkat? Ia berhenti maju dan langsung kehilangan bola.

Data menunjukkan ia kehilangan bola 3,2 kali per laga di zona tengah—bendera merah jika harus mengendalikan ritme.

Dominasi Rebound = Kegagalan Taktikal

Dan mari bicara tentang rebound—kelemahan utama ini sangat jelas. Tim dengan rebound buruk jarang dapat kesempatan transisi cepat, yang menghancurkan strategi berbasis tempo tinggi.

Pemain ini bermain dalam sistem counter-attack—tapi setiap kali tim kehilangan bola di lini tengah, tak ada peluang kedua karena kontrol rebound buruk (dalam istilah basket). Artinya: tidak ada serangan balik cepat, tidak ada pergantian momentum… hanya reset terus-menerus.

Jadi ya—ia mungkin terlihat bagus saat latihan dengan alur lancar—tapi begitu pertandingan hidup dimulai? Modelnya runtuh.

Mengapa Pelatih Tetap Memainkannya?

Saya jujur: saya tak menyalahkan pelatih karena loyalitas—saya sendiri pernah melihat buta taktikal selama bekerja di BT Sport. Tapi ketika data menunjukkan dampak netral bahkan negatif, saatnya bertanya: Apa sebenarnya kontribusinya?

Ia tak membuka ruang lewat gerakan. Tak melakukan pressing efektif (tingkat sukses pressing: 38%). Tak melepaskan tembakan dari dalam kotak penalti (0 xG per 90). Dan yang paling parah: tak membantu merebut rebound agar transisi bisa terjadi.

Jika ia tak memberi kontribusi dalam empat dimensi kunci—penciptaan peluang, pressing, pencetak gol, dan pemulihan posisi—lalu apa nilainya?

Kesimpulan Akhir: Waktunya Penyesuaian Realistis

Sepak bola bukan panggung teater—itulah olahraga yang digerakkan hasil kuantitatif. Kami gunakan xA (expected assists), xG (expected goals), dan duel defensif untuk ukur dampak nyata—not highlight reel atau sorot media.

dengan pendekatan data-driven bukanlah dingin—itulah tepat. Dan kadang menjadi tepat artinya berkata: ‘Pemain ini telah dibesar-besarkan.’

dapatkah kita mempertahankan keterikatan emosional saat metrik performa bilang sebaliknya?

Untuk pembaca kami: ikuti #DataDriven untuk pembongkaran mingguan yang tantang asumsi menggunakan data pertandingan nyata.